Berobat di Jepang Tanpa Asuransi itu Ternyata (juga) Mahal

Beberapa waktu lalu anak kami sakit dan harus berobat ke 2 dokter spesialis, spesialis anak dan THT ( telinga hidung tenggorok ). Kenapa sampai ke dua dokter ? Begini ceritanya..*serius mode on*

Tanggal 14 Nov 2016 sekitar jam 5 sore, sehabis memandikan Yuka, saya melihat ada cairan coklat dari telinganya. Jujur saja saya tak tau kronologis pasti dan penyebabnya apa.. Walau kondisi agak panik, dengan pengetahuan sebagai dokter umum dan naluri keibuan yang memastikan ini bukan cuma ketakutan atau lebay atau panik semata, saya segera bergegas membawanya ke dokter. Saya sempat bingung harus membawa ke dokter anak atau THT langsung. Karena mas suami gak mengangkat telpon saya putuskan ke dokter anak langganan dekat rumah saja karena saya tidak punya pengalaman ke dokter THT di sini dan saya pun tidak tahu klinik dokter THT terdekat yang masih buka dimana, hiks hiks. Sampai  di klinik dokter anak, kata perawatnya harus ke dokter THT atau jibika. Saya mencoba mencari di sekitar situ dan ada satu klinik, namun ketika saya masuk ternyata itu klinik mata. Saking paniknya saat itu saya pun sampe salah membaca kanji, kanji klinik mata  kebacanya klinik THT *duh duh duh, gak sempet malu karena panik.

Pelajaran pertama dan kedua : belajar kanji dan bahasa Jepang dengan baik, ketahui klinik-klinik atau RS terdekat dengan rumah.

Saya bingung, panik.. ditambah i’m alone because mas suami tersayang belum pulang kerja, bahasa Jepang pas-pas-an, tetapi naluri saya mengatakan harus bawa Yuka ke dokter saat itu juga. Nah kebetulan ada satu orang Jepang fasih berbahasa Inggris menghampiri saya yang sedang kebingungan di jalan dan memberitahu dimana klinik THT tetapi sayangnya di hari itu klinik THT terdekat sedang tutup. Saya pun pasrah dan kembali ke dokter anak tadi setelah diskusi dengan mas suami di telpon.

Sesampainya di klinik anak, perawatnya bilang mungkin dokter anaknya bisa lihat tetapi hanya sebatas luar hingga telinga tengah.. Saya pun mengiyakan yang penting anak saya diperiksa. Masalah muncul karena saya tidak membawa asuransi kesehatan anak yang ketika itu memang belum jadi kartunya. Saya memang hanya membawa kartu asuransi milik suami dan ternyata tidak bisa digunakan, harus kartu asuransi atas nama si anak. Selanjutnya saya pun salah membawa kartu berobat anak (kartu berobat khusus anak) Tokyo yang kadaluarsa, kartu yang baru ternyata ada di rumah ( tiap tahun kartu kesehatan/ berobat anak Tokyo yang baru dikirim ke rumah lewat pos dan masa kadaluarsanya setahun ). Karena melihat saya yang panik, perawat/resepsionisnya pun memberikan saya sebuah kertas catatan yang intinya nanti kartu asuransi dan kartu berobat anak Tokyo yang baru harus dibawa sebelum habis bulan ini agar uang yang nanti saya bayarkan segera dikembalikan (reimburse).

Pelajaran ketiga : bila ada pergantian perusahaan asuransi segera urus kartu asuransi yang baru, simpan kartu-kartu penting di tempat yang mudah dijangkau, dan periksa masa berlaku kartu tersebut. Pelajaran keempat : jangan lupa membawa dompet yang ada isinya (uang dan kartu-kartu penting).

Di ruang dokter, saya pun dianamnesis (ditanya-tanya) bagaimana kejadiannya hingga anak saya telinganya bisa berdarah dan sebagainya. Karena kendala bahasa saya jadi kurang bisa menjelaskan sehingga akhirnya menelpon mas suami agar suami yang berbicara dengan dokter. Dokter pun kemudian melakukan pemeriksaan fisik, didapati darah yang membeku di dalam telinga, kemungkinan ada trauma (luka), namun perdarahan aktif sudah berhenti. Setelah diperiksa, dokter mengatakan hari itu akan diberikan antibiotik dan esok hari harus ke dokter THT. Dokternya juga bilang RS yang buka malam ini dan ada dokter THTnya, sekitar 1 jam naik taksi, which means so far ( di Jepang hanya rumah sakit tertentu yang buka 24 jam atau emergency hospital, sistem ini tidak seperti di Indonesia dimana hampir semua UGD RS buka 24 jam). Saya pun galau, daijoubu kana ( gpp kah) kalo besok,, Bismillah, karena melihat kondisi anak saya yang terlihat baik-baik saja bahkan tidak terlihat nyeri, akhirnya saya dan papanya Yuka (lewat telpon) pun mengiyakan pendapat dokter untuk pergi ke dokter THT esok harinya saja. Setelah selesai, diberikan resep obat antibiotik serta surat rujukan.

Pengalaman saya saat berobat untuk pertama kalinya di suatu rumah sakit tanpa surat rujukan, kita harus membayar lagi 3000 yen (diluar biaya berobat) untuk kunjungan pertama (mungkin untuk pembuatan kartu dan administrasi), apakah semua RS atau apakah untuk anak sistemnya juga demikian saya kurang tau, yang jelas untuk berobat anak (di Tokyo) dengan kartu asuransi dan kartu berobat anak Tokyo tidak dikenakan biaya alias gratis. .

Selesai berobat, saya diminta menebus obat ke apotek yang ada di sebelah kliniknya. Jengjengjeng.. biaya yang harus saya keluarkan karena tidak membawa kartu asuransi dan kartu berobat anak Tokyo adalah 6000an yen untuk biaya berobat ( anamnesis dan pemeriksaan fisik saja) dan 1700an yen untuk obat antibiotik 2x minum. Jika ditotal sekitar 8000-an yen.. mahal kan? hampir 1 juta lho itu..

Oiya di Jepang ini, saat menebus obat akan diberikan buku namanya “kusuri techo” yang berisi catatan obat yang pernah diberikan ( semua catatan nama obat, berap kali diminum, dokter yang memberi resep, dsb ditempel di buku tersebut ). Jadi setiap mendapatkan obat atau berobat jangan lupa untuk membawa kusuri techo ini agar semua obat yang pernah diminum tercatat dengan baik. Yuka sebenarnya udah pernah dapat kusuri techo, tetapi karena saya lupa membawanya (dan gak ingat ada dimana) jadi dikasih lagi yang baru..

Pelajaran kelima : setiap berobat jangan lupa membawa kusuri techo, simpan bersama kartu berobat/ asuransi agar tidak lupa.

image
kwitansi berobat dan biaya obat dari dokter THT, kusuri techo yang kawai

Keesokan harinya, kami pun membawa anak kami ke dokter THT di RS dekat rumah. Lagi-lagi kami harus membayar 6000an yen untuk berobat ( anamnesis dan pemeriksaan fisik) dan 2000an yen untuk antibiotik 3x minum. Total 8000an yen. Namun kami pun tenang karena sebelumnya sudah diberitahu kalau uang kami akan dikembalikan setelah kartu asuransi dan kartu berobat anak Tokyo dibawa, reimburse istilahnya.

image
obat antibiotik (dalam bentuk puyer) dan panduan meminumnya

Alhamdulillah.. saat kemarin cek up rutin kesehatan anak 18 bulan ke klinik dokter anak langganan, sekalian saja saya minta reimburse ke klinik dan apoteknya dengan menyerahkan kwitansi pembayaran, kartu asuransi dan kartu berobat anak Tokyo. Lalu saat kontrol ke dokter THT selanjutnya juga uang kami sudah kembali full ( dengan menyerahkan persyaratan yang sama). Full dikembalikan uang berobatnya dan uang untuk membeli obat di farmasi/apotek. Jadi sama sekali tidak membayar alias gratis.

Selanjutnya Yuka masih harus kontrol 2 kali lagi ke dokter THT untuk memastikan keadaan telinganya dan Alhamdulillah dengan 2 kartu tersebut gratis tidak membayar biaya apapun termasuk obatnya. Nah tanggal 10 Des kemarin saat ketiga kalinya cek dokter THT, dipastikan sudah sembuh total dan tidak ada masalah dengan gendang telinganya.. Alhamdulillah..

Setelah diselidiki kemungkinan telinga si kakak luka ( keluar cairan coklat-darah) karena cotton bud, jadi si anak lagi suka niru semua hal, termasuk gaya ibunya kalau lagi membersihkan telinga dan mungkin saya kecolongan sampai peristiwa ini terjadi..huhuhu..agak kaget waktu liat dia mau ngorek-ngorek telinganya pake mainan (alat pancing ikan) yang mirip cottonbud, untung saya lihat jadi langsung saya cegah…

Pelajaran keenam : orang tua harus lebih hati-hati dan waspada, anak itu kreatif dan peniru sampe-sampe banyak hal yang gak kepikir oleh orang dewasa, tetapi bisa anak lakukan.

Di Tokyo untuk berobat anak (khusus penduduk) memang gratis termasuk obatnya. Syaratnya harus memiliki kartu asuransi dan kartu berobat anak Tokyo ( diurus di kantor kesehatan/kota setempat). Kebijakan ini bisa berbeda tergantung wilayah, misalnya di Sapporo membayar 500 yen (sekitar 60 ribu) untuk berapapun tagihan berobat anak, bahkan saat melahirkan di Sapporo dulu (setiap ibu dan bayi harus dirawat selama 5 hari untuk proses kelahiran normal ) biaya perawatan (normal) bayinya saja sekitar 15 juta-an ( kalo dirupiahkan) dan kami pun hanya membayar 500 yen saja karena menggunakan 2 kartu tersebut.

Tentunya saat anak sakit, orang tua cemas, panik dan khawatir, dengan gratis ( atau membayar murah ) dan pelayanan yang baik pastinya akan sangat membantu.

Sayangnya kebijakan berobat gratis atau murah untuk anak ini tidak berlaku untuk dewasa. Bagi orang dewasa, biaya yang harus dibayar adalah sekitar 30% dari biaya total ( jika menggunakan kartu asuransi ) dan tidak ada kartu bantuan berobat tambahan yang membuat biaya lebih murah (bahkan gratis) seperti kalau anak yang berobat. Sedangkan untuk anak, sisa 30% biaya berobat tersebut akan ditanggung oleh pemerintah setempat ( Tokyo misalnya) dengan menunjukkan kartu berobat anak Tokyo tadi. Jadi rata-rata anak di Jepang ( penduduk termasuk orang asing) memiliki 2 kartu : kartu asuransi dan kartu berobat anak yang dikeluarkan pemerintah kota setempat.

Dari pengalaman (orang dewasa) berobat, biasanya biaya yang dikeluarkan untuk sekali berobat sekitar 2000-3000 yen ( mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang yang murah/sedikit ) sedangkan kalau ada cek laboratorium yang agak banyak bisa sampe 5000 yen, dan itu hanya 30% dari biaya totalnya lho dan belum termasuk obat ( bayar obat juga sepertinya hanya 30%, kurang yakin karena tidak memperhatikan kwitansi obatnya hehehe )

Nah besarnya asuransi yang dibayar akan disesuaikan dengan pendapatan. Jaman mas suami jadi mahasiswa berbeasiswa, kami hanya membayar sekitar 2,5-3 juta rupiah untuk setahun dan itu sangat murah jika dibandingkan biaya asuransi yang dibayarkan orang-orang Jepang atau orang yang bekerja di Jepang (penduduk yang harus membayar pajak). Dan sekarang saat mas suami sudah bekerja, besar asuransi kesehatan yang harus dibayar pun tak lagi semurah dulu 😂.

Note : semua penduduk Jepang (termasuk orang asing yang tinggal di Jepang) wajib memiliki kartu asuransi kesehatan, perusahaan asuransinya bisa berbeda-beda namun rata-rata biaya berobat yang harus dikeluarkan sama yakni 30% dari biaya total.

Jadi kesimpulannya jika tanpa kartu asuransi, biaya berobat yang hanya anamnesis dan pemeriksaan fisik saja sudah berada di angka 6000an yen atau sekitar 700 ribu rupiah, pastinya biaya yang dikeluarkan akan semakin mahal jika ditambah obat, atau pemeriksaan penunjang.

Buat temen-temen yang tinggal di Jepang jangan sampai lupa membawa kartu asuransi dan kartu berobat anak perfektur masing-masing, namun seandainya lupa tenang saja bisa di reimburse asal menyerahkan persyaratan yang diminta. Sedangkan untuk yang ingin jalan-jalan ke Jepang, jaga kesehatan terutama jika tidak memiliki kartu asuransi perjalanan karena biaya berobat di Jepang sangat mahal meskipun hanya ke klinik pribadi.

Kesehatan menjadi hal yang amat berharga, tak ternilai, namun jarang disadari kecuali saat sakit..

Yuk banyak-banyak bersyukur atas nikmat sehat, atas udara yang kita hirup, atas tidur yang nyaman, atas makanan yang terhidang, atas semua hal yang Allah berikan..

Maka nikmat tuhan mu yang mana kah yang kamu dustakan..

Sudahkah kita bersyukur hari ini ?

Itabashiku, 16 Desember 2016, 09.11 JST, cerah 3 derajat celcius.
Hari Jum’at, jangan lupa baca Al Kahfi yaa..

Leave a comment